jurnalzone.id , Universitas Maritim Raja Ali Haji – Bima, salah satu mahasiswa di Universitas Maritim Raja Ali Haji, menyampaikan keprihatinannya atas semakin terbatasnya kebebasan berpendapat dan berorganisasi di kampus. Menurutnya, hal ini telah mengarah pada pembatasan ruang bagi mahasiswa untuk menyuarakan pendapat mereka, yang seharusnya menjadi hak dasar dalam kehidupan kampus.
Bima mengungkapkan bahwa baru-baru ini muncul kabar yang mengejutkan di kalangan mahasiswa kampus, yakni tentang somasi yang dilayangkan antar mahasiswa. Somasi tersebut dipicu oleh teguran dari beberapa rekan mahasiswa terkait jabatan dalam organisasi kampus. Seorang mahasiswa merasa tersinggung atas kritikan dan saran yang disampaikan oleh rekan-rekannya mengenai kinerja dan kepemimpinan mereka dalam organisasi tersebut.
“Ini adalah sinyal buruk bagi kebebasan akademik dan berpendapat di kampus. Alih-alih membuka ruang diskusi yang sehat, justru muncul tindakan hukum yang bisa menakut-nakuti mahasiswa untuk berbicara,” kata Bima. Ia menambahkan bahwa mahasiswa seharusnya memiliki kebebasan untuk mengkritik, memberikan saran, atau bahkan mengajukan pendapat berbeda demi perbaikan organisasi dan kampus secara keseluruhan.
Bima menilai bahwa dengan adanya somasi ini, iklim diskusi yang terbuka dan konstruktif semakin terganggu. Mahasiswa, menurutnya, kini merasa khawatir untuk mengemukakan pendapat, karena takut akan mendapat sanksi atau tindakan balasan. Hal ini, kata Bima, dapat mematikan kreativitas dan semangat kritis yang seharusnya ada dalam setiap generasi mahasiswa.
“Jika mahasiswa mulai merasa takut untuk berbicara, maka kita harus bertanya, ke mana perginya nilai-nilai demokrasi dan kebebasan berpendapat di kampus ini? Kampus seharusnya menjadi tempat berkembangnya ide-ide kritis dan bukan tempat di mana mahasiswa dibungkam dengan ancaman hukum,” tambahnya.
Bima berharap pihak kampus dapat mengambil langkah konkret untuk memastikan kebebasan berpendapat dan berorganisasi tetap terjaga. Ia mengajak pihak universitas untuk menciptakan suasana yang lebih terbuka bagi mahasiswa untuk berdialog dan menyuarakan pendapat tanpa rasa takut. “Demokrasi dan kebebasan akademik adalah hak dasar mahasiswa yang harus dijaga, bukan hanya sebagai simbol, tetapi juga dalam praktik sehari-hari di kampus,” tegasnya.
Dengan semakin tingginya perhatian terhadap isu ini, banyak pihak di kampus, baik mahasiswa maupun dosen, mulai memandang pentingnya menciptakan keseimbangan antara kebebasan berbicara dan ketertiban dalam berorganisasi. Namun, bagaimana kampus akan menanggapi isu ini masih menjadi pertanyaan besar yang menunggu jawaban.(Bimantara putra lubis)
Komentar